// Unknown // On-Friday, August 30, 2013

          Pagi itu, Roni seperti biasanya bangun pagi-pagi untuk segera bersiap-siap berangkat ke sekolahnya. Sekolahnya terletak di tengah kota, berbeda dengan rumahnya yang terletak di Kabupaten. Dengan segera ia telah siap untuk berangkat. Udara dingin yang menerpanya ia hiraukan dan segeralah ia sampai di sekolah.

          Sekolahnya yang merupakan bangunan dari zaman Belanda itu terlihat masih sepi. Hanya ia sendirian yang sudah sampai di sekolahnya. Yang penting tidak terlambat, pikirnya. Tak terasa bel jam pelajaran pertama berdering. Ia masuk ke kelas bersama teman-temannya, dan memulai pelajaran.


           Hingga akhirnya pada saat jam pelajaran IPS, kelasnya diajak oleh gurunya yaitu Pak Yohanes untuk keluar dari sekolah dan belajar di alun-alun. Cukup menarik baginya, sebab sudah lama sekali ia tidak pergi ke alun-alun walaupun sekolahnya itu terletak sangat dekat dengan alun-alun. Dulunya, ia seringkali berolahraga di alun-alun bersama Ayahnya. Sebuah kenangan yang sangat manis baginya sebab sekarang Ayahnya telah tiada.

        Sesampainya di alun-alun, didapatinya alun-alun yang sekarang tidak sama dengan dulu. Alun-alun sudah penuh sesak oleh kios-kios kaki lima. Parahnya, sekarang alun-alun sudah tidak dapat digunakan untuk berolahraga! Sungguh teriris hatinya, semua kenangan indah bersama Ayahnya tidak dapat ia bayangkan dengan melihat alun-alun lagi.

        Hari itu dilaluinya dengan berat akan pikiran tentang alun-alun itu. Seharian ia terlihat murung dan membuat Kakak beserta Ibunya bingung. Saat malam, Ibunya mendatangi dan menanyai dirinya. Dengan segera ia tidak mau menjawab dan terdiam. Kemudian, Ibunya memaksa ia untuk menjawab pertanyaan itu.

        Dengan berat, ia menjawab pertanyaan itu secara jujur. Ibunya mengerti mengapa ia merasa murung karena ia sangat mengidolakan Ayahnya. Dengan sabar dan tulus, Ibunya berkata bahwa kenangan masa lalu itu tidak perlu diingat-ingat untuk membuatnya sedih. Melainkan, seharusnya untuk membuat dirinya senang. 

        Ia kemudian menanyai Ibunya, bagaimana cara untuk melakukannya. Ternyata, caranya cukup sederhana yaitu mensyukuri apa yang ada. Ia sadar seharusnya ia tidak perlu sedih akan kenangan tersebut, sebab jika ia sedih ia dapat membuat Ayah dan keluarganya ikut sedih. Dia juga berpikir bahwa ia lebih baik berpikir untuk masa depannya.

        Esok harinya, dengan semangat ia berangkat menuju sekolahnya. Namun, ia tidak langsung pergi menuju ke sekolah tetapi ialebih memilih untuk menghampiri alun-alun terlebih dahulu. Di pagi yang dingin itu ia menenangkan diri dan berdoa kepada Ayahnya supaya kenangan yang ada akan selalu ada dan tidakkan pernah hilang. Selesai berdoa, ia segera berangkat ke sekolah kemudian belajar dan melupakan semua kesedihannya. 

LUCKY A S IX D/22

Leave a Reply

Subscribe to Posts | Subscribe to Comments