// Unknown
// On-Friday, September 6, 2013
Sore itu Bambang dengan berat
melangkahkan kakinya menuju mobil. Mobil yang akan mengantarnya ke Bandara.
Bambang dipilih oleh sekolahnya untuk mengikuti program pertukaran pelajar yang
akan dilaksanakan selama 2 bulan. Selama itu juga ia akan belajar dan tinggal
di Negara tetangga Indonesia, Singapura.
Perjalananpun dimulai, Bambang
semakin merasa sedih karena akan meninggalkan teman dan keluarganya dalam
hitungan bulan, ditambah lagi ia takut akan system pembelajaran di sana yang
kedengarannya ketat. Perjalanan tersebut terasa seperti puluhan jam baginya. Selama
perjalanan Bambang hanya bisa merenung dan sesekali menghubungi
keluarga/temannya untuk terakhir kali sebelum kepergiannya.
Sesampainya di Bandara Adisucipto
Yogyakarta, ia langsung diurus segala macam urusan dari check in hingga proses
imigrasi. Setelah semuanya selesai, dengan penuh keharuan ia mengucapkan
selamat tinggal dan sampai jumpa dengan keluarganya. Kemudian, ia dengan tegang
melangkahkan kakinya menuju ruang tunggu penerbangan internasional.
Saat menunggu di ruang tunggu, ia
kembali merenung. Ia heran mengapa ialah yang dipilih untuk mengikuti program
ini. Bukan berarti karena ia merupakan salah satu anak terpintar di sekolahnya
maka ia dapat dengan mudah dipilih, pikirnya.
“TING-TONG-TING-TONG”, nada itu
mengejutkan dirinya dan memberi keterangan baginya akan penerbangannya. Ia harap,
penerbangannya akan dibatalkan sehingga dirinya tidak jadi berangkat, namun
salah. “Perhatian, penumpang penerbangan 2214 menuju Singapura dipersilakan
untuk naik pesawat sekarang. Harap para penumpang mempersiapkan paspor
masing-masing. Kami dari maskapai mengucapkan selamat datang dan kami
mengucapkan selamat menikmati penerbangan” kata pengumuman itu.
Walaupun suasana hatinya masih
berkecamuk, tetapi ia dengan segera menaiki pesawat itu. Pesawat berjalan
menyusuri landasan dan dengan derasnya lepas landas. Penerbangan itu terasa
begitu singkat dan segeralah ia mencapai Singapura.
Keadaan Singapura yang megah,
tertib dan bersih tidak membuatnya senang. Ia langsung merasa rindu akan kampong
halamannya, Indonesia. Ia harap program ini akan segera selesai.
Keesokan harinya, ia langsung
bersiap-siap menuju sekolah sementaranya. Ia merasa gugup, karena ia takut
bekal kemampuan berbahasa inggrisnya tidak cukup untuk berkomunikasi selama ia
berada di sekolah. Walaupun begitu, ia berusaha untuk tetap percaya diri dan
antusias.
Sesampainya di sekolah ia
langsung menemui wali kelasnya untuk sementara, Mrs Ling. Tidak terduga,
ternyata wali kelasnya tersebut cukup fasih dalam berbahasa Indonesia, sehingga
ia merasa sedikit nyaman. Wali kelasnya juga menceritakan bahwa Bahasa
Indonesia sangat menarik untuk dipelajari, sehingga ia merasa bangga akan
bahasanya sendiri, Bahasa Indonesia.
Setelah beberapa saat
berbincang-bincang, ia diantar menuju kelasnya. Dengan gugup ia memperkenalkan
dirinya. Namun, ternyata teman-temannya dapat mengerti dan tidak mentertawakan
dirinya sehingga ia merasa senang.
Saat jam istirahat, ia langsung
berkenalan dengan beberapa temannya yaitu Jo, Razak, Ajip, Chen, Lee, dan Leena.
Teman-temannya ternyata sangat baik dan berusaha untuk berbahasa melayu. Saat ditanyai
olehnya, teman-teman barunya tersebut mengatakan mereka mengusahakan
menggunakan bahasa Melayu yang tidak berbeda juah dengan Bahasa Indonesia untuk
memperlancar komunikasi dengannya.
Sebab itu, ia merasa senang akan
terpilihnya ia sebagai siswa dalam program tersebut. Tidak terlalu buruk
ternyata, pikirnya. Selain dapat menambah wawasan dan teman, ia juga menambah
pengalaman dirinya.
Ia kemudian melanjutkan program
tersebut dengan semangat, serta tidak ingin program tersebut berlalu dengan
cepat. Akhirnya ia menemukan tujuan utamanya dari program itu. Yakni, membawa
pengetahuan baru untuk kemajuan Negara tercintanya, Indonesia.
LUCKY A S IX D/22