// Unknown
// On-Friday, October 18, 2013
Rinto, itulah namaku. Aku bersekolah
di SMP Maju Cerah Yogyakarta, Indonesia. Kesukaanku adalah segala sesuatu
tentang Indonesia. Bagiku, Indonesia adalah segalanya. Di negeri inilah aku
lahir, tinggal, dan tumbuh besar. Indonesia adalah yang terbaik!
Tak terasa, sebentar lagi aku
akan merayakan kembali hari Sumpah Pemuda pada tanggal 28 Oktober. Hari Sumpah
Pemuda sangat berarti bagiku, sebab pada tanggal yang sama di tahun 1928 para
pemuda dari berbagai latar belakang bersatu untuk mengupayakan kemerdekaan negara
tercinta yaitu Indonesia! Dengan melupakan berbagai perbedaan yang ada, mereka
menyatu menjadi satu. Persatuan merekalah yang mendasari Persatuan Indonesia!
Pagi hari itu dengan senang Rinto
mengatakan, “Sumpah Pemuda datang lagi!! Perayaan lagi yang akan kurayakan!”. Cepat-cepat
ia memacu sepedanya menuju sekolah untuk mengikuti upacara pagi itu. “Mengheningkan
cipta, mulai!”, ucap Bu Resti dengan tegas menandai momen terbaik dalam upacara
itu baginya, yaitu mengeheningkan cipta untuk menghormati jasa para pahlawan. “sst..
buat apa mengheningkan cipta? Kita omong-omong aja yuk!”, ucap Dito. “Gak ada
gunanya sih, jadi bener juga! Mau omong apa nih?”, balas Amir. Lalu mereka
mulai mengobrol tanpa menghiraukan perintah-perintah yang ada.
“Heh, kalian tu gimana sih? Disuruh
diam malah ribut sendiri?!”, ucap Rinto dengan amukan yang berkecamuk. “Njur piye? Memange kamu itu pemimpin
kami? Nggak kan? Ga usah ngatur-ngatur dong!” sahut salah satu dari mereka. “Haiyo, ga usah aneh-aneh deh kalau sama
kami!” sahut lainnya. Dengan menggerutu, Rinto mendiamkan mereka.
Upacara telah selesai. Pengumuman
kemudian dikumandangkan oleh Pak Aldi, “Anak-anak, sebagai lanjutan dari
upacara yang telah kita lakukan tadi, kalian diperintahkan untuk membuat
laporan tentang kegiatan tadi. Nilai itu akan dikumpulkan setingkat dengan
nilai ulangan harian, bila tidak mengumpulkan kalian akan saya beri nilai
kosong pada lembar daftar nilai! Batas akhir pengumpulan pada esok pagi sebelum
masuk sekolah.”. Mendengar pengumuman itu, hampir semua anak terpaku. Mereka tidak
tahu akan apa yang terjadi tadi.
Tetapi tidak dengan Rinto, yang
mengikuti upacara tersebut dengan serius. “Nah, tadi aku serius jadi bisa
ngerjain pr nya nih, yee!”, pikir Rinto. Pada esok harinya, para siswa
mengumpukan tugas tersebut. Banyak dari mereka yang takut akan tugas tersebut,
sehingga mengerjakan apa adanya. Hari berikutnya, tugas dikembalikan. “Hah
nilai kita jelek-jelek! Kok si Rinto bisa bagus sih?” sahut salah seorang teman
Rinto. Rinto menjawab dengan tenang, “Lah asalkan kita memperhatikan kita bisa
bagus kok nilainya!”. Semua temannya terkaget, mengapa Rinto bisa betah
memperhatikan upacara.
Pada akhir kata, Rinto
menyampaikan sesuatu hal pada teman-temannya. Yaitu, penekanan akan cinta tanah
air. Ia dapat memperhatikan upacara karena cinta tanah air. Dengan cinta tanah
air, ia merasa hormat pada bendera sehingga betah memperhatikan upacara. Semua berakhir
dengan baik, dan pada akhirnya ia berkata, “Cinta tanah air sama dengan cinta
diri kita sendiri loh!”. Filsafat Rinto lah yang kemudian dipergunakan oleh
teman-temannya sehingga teman-temannya dapat semakin semangat dan baik dalam
menjalani sekolah.