// Unknown
// On-Tuesday, November 12, 2013
Pagi itu seperti biasanya Pak
Sujoyo bangun dengan segar. Dimulailah kegiatannya seperti biasa, yaitu sebagai
guru. Ia melakoni pekerjaan itu dengan senang selama bertahun-tahun. Hari ini
ia berangkat lebih awal karena akan menghadiri upacara hari pahlawan.
Upacara itu berlalu dengan
khidmat, dan dimulailah pelajaran. Pak Joyo memulai pelajaran Fisika pada hari
itu dengan semarak. Tidak seperti biasanya, ia merasa ada keanehan, yaitu kelas
ia ajar selalu tenang tanpa ada perbincangan antar murid yang berlebihan.
“Mungkin anak-anak sudah mulai
berpikir dewasa…”, katanya di ruang guru saat istirahat ke-2. “Apakah benar
Pak? Kalau begitu syukurlah, tetapi mengapa pada pelajaran saya murid-murid
masih saja ribut ya?”, jawab Bu Ria, guru Fisika yang lain. “Benar juga, tadi
pada saat pelajaran saya juga masih saja ribut, apalagi itu si Jonathan anak
kelas 8C. Ributnya minta ampun, bahkan berani menantang saya!”, sahut Pak
Albert, guru matematika kelas 8.
Mendengar pernyataan teman-teman
seprofesinya itu, ia kembali merasa ada yang aneh. “Apakah mereka lebih
menghormatiku daripada yang lain?”, pikirnya. Pikiran itu segera hilang dalam
perjalanannya untuk mengajar kelas terakhir pada hari itu yaitu kelas 9D.
Namun, ia temukan ruang kelas
9D kosong, tidak ada siapapun kecuali
dirinya sendiri. Dengan setengah bimbang ia segera berkeliling ke seluruh
penjuru sekolah untuk mencari murid-muridnya. Namun ia tidak menemukan satu
saja murdi kelas 9D.
Karena kelelahan, ia putuskan
untuk kembali dan duduk di kursi guru kelas 9D. Tiba-tiba seluruh murid muncul
di depannya dan mengucapkan, “Selamat Hari Pahlawan ya Pak! Bapak itu pahlawan
pendidikan kami yang paling baik deh! Kami mewakili beberapa kelas di sekolah
ini untuk menyampaikan ucapan selamat dan hadiah untuk bapak. Semoga bapak
senang!”. Dengan setengah tidak percaya ia mengucapkan syukur dan terima kasih
serta segera membuka hadiah itu. Hadiah itu adalah seperangkat alat tulis.
Kebetulan, alat tulis Pak Joyo sudah usang dan nyaris rusak.
“Bapak bangga dengan kalian
sebagai murid bapak. Mengapa sih kok saya yang diberi hadiah? Kan masih banyak
orang lain yang bisa kalian jadikan pahlawan…”, ucapnya. “Karena bapak itu guru
terbaik kami, pak. Kami merasa mudah mengerti dan tertarik dengan Fisika kan
karena penjelasan bapak. Selain itu kami juga berpikir bapak itu sudah banyak
jasanya kok tidak ada yang memberi penghargaan”, ucap Arok ketua kelas 9D.
Mendengar pernyataan muridnya itu, ia merasa bangga telah menjadi guru. Sejak
saat itu, ia semakin bangga menjadi guru dan mengajar semakin baik.
LUCKY A S IX D/22